Aku rindu. Tapi pada siapa, aku sendiri tidak yakin. Aku hanya merasa ada seseorang yang hilang, tapi aku tidak tahu siapa. Seseorang yang seharusnya duduk di sebelahku, menggenggam tanganku yang dingin, atau membisikkan kata-kata yang bisa membuatku tertawa. Kadang aku mengingat seraut wajah tanpa mengenalinya. Kadang aku mengingat urutan nama tanpa tahu seperti apa rupanya. Aku benar-benar merindukannya. Seseorang yang entah siapa.
Aku mengunjunginya lagi. Melihatnya bercengkrama dengan sinar matahari dan nyanyian burung dari kejauhan. Di pelukannya meringkuk hangat sebuah boneka beruang merah jambu, masih setia menemaninya. Suster bilang dia tidak mau melepaskan boneka itu. Dia akan berteriak dan menangis jika boneka itu tidak ada di dekapannya. Jika ada satu hal yang tidak dilupakannya, maka Bonnie, beruang merah jambu itu lah jawabannya.
“Halo Anggi.” Sapaku pada gadis berumur 22 tahun di hadapanku itu.
“Halo…” Jawabnya pelan.
“Pras.” Kataku sambil menjabat tangan kanannya. Sudah ratusan kali rasanya aku mengenalkan namaku padanya.
“Halo Pras.” Katanya lagi.
“Hari ini Suster Rida ada pekerjaan, aku yang akan menemanimu jalan-jalan. Oke?” tanyaku. Dia hanya diam. Aku mendorong kursi rodanya menyusuri taman.
“Apa aku mengenalmu, Pras?” tanyanya setelah kami berjalan lama dalam keheningan.
“Ya.”
“Tapi kenapa aku tidak mengenalmu?” tanyanya lagi.
“Kau mengenalku, sangat, tapi kau lupa,” jawabku dalam hati. “Kau mengenalku kok.” Kataku padanya, santai.
“Mungkin aku lupa.” Kata Anggi pelan. “Aku melupakan banyak hal akhir-akhir ini. Aku lupa letak kamar mandi, tempat tidurku, tempat gelas…” gumamnya pada dirinya sendiri. “Oh iya, ini boneka beruangku. Namanya… err… namanya…”
“Bonnie?” tanyaku memotong ucapannya.
Anggi melihatku terpana. Aku menatapnya balik, berdoa dalam hati agar keajaiban terjadi. Berdoa agar Tuhan mengembalikan semua ingatannya. Tapi tak lama sebelum tatapan mata itu kembali redup dan kosong.
“Aku tidak tahu siapa namanya,” katanya “ah, aku lelah. Aku ingin tidur.” Katanya lagi sambil menunduk.
Wajahku kembali mendung. Ah, ternyata keajaiban belum datang. Melihat Anggi yang sekarang, batinku kembali tersayat. Kapan kami akan saling bercengkrama lagi. Seperti sepasang lovebird yang dimabuk cinta. Seperti sepasang kekasih. Seperti dulu.
***
Aku merindukannya. Aku melihatnya setiap hari, tapi tidak menemukan dirinya yang dulu. Kami saling menatap tapi tak lagi mengenal. Aku rindu menggenggam tangannya yang dingin, mendekapnya dalam hujan, membisikkan lelucon yang bisa membuatnya tertawa. Aku rindu tatapannya yang hangat, suaranya yang menyebut namaku dengan manja. Aku benar-benar merindukannya. Gadis yang bahkan lupa bahwa aku pernah ada. Jika saja monster bernama Alzheimer itu tidak pernah datang.
--- Selesai---
23 Maret 2011 – Silananda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar